K
O N T E N
Pengantar
Konten
atau materi pelajaran sebenarnya merupakan komponen kurikulum yang amat
penting. Konten menyangkut jawaban terhadap pertanyaan, “apakah yang
diajarkan?”. Konten ini seringkali tidak diperhatikan. Artinya, konten
seringkali diserahkan saja pada keputusan guru atau diambil saja dari buku teks
yang berlimpah-limpah, tanpa mengaitkan dengan tujuan pendidikan, tujuan
kurikulum atau dengan tujuan instruksional.
Hal yang sama
juga terjadi sebelum timbulnya reformasi kurikulum pada tahun 1960, terutama di
Amerika Serikat. Semua orang memberikan perhatian lebih terhadap metode, media
dan strategi yang digunakan dalam belajar, namun kurang memperhatikan isi yang
disampaikan. Oleh karenanya ahli kurikulum harus memahami hakekat dan struktur
konten yang menyangkut apa yang akan diajarkan. Karena konten merupakan elemen
kedua yang penting setelah tujuan untuk menyusun kurikulum.
Sebelum kita
menyinggung konten atau materi, perlu terlebih dahulu diulang sedikit tentang
pengertian kurikulum, sebab kurikulum dapat diartikan berbeda-beda.
A.
KONTEN
DAN KURIKULUM
Sesuai dengan
gambaran konsep yang terkandung di dalam pengertian kurikulum yang diajukan
tersebut. Ada yang mengartikan kurikulum sebagai mata pelajaran, materi
pelajaran atau judul-judul mata pelajaran. Kalau pengertian ini kita ambil,
maka penetapan konten atau materi kurikulum, identik dengan penetapan nama-nama
mata pelajaran atau judul-judul pelajaran atau judul mata pelajaran yang akan
di ajarkan pada tiap tingkat sekolah. Menurut literature, nama-nama pelajaran
atau judul-judul atau pokok bahasan lebih tepat dari pada diberi nama “Program
Pelajaran” dari pada “kurikulum”, karena dari mata pelajaran atau judul-judul
tersebut tidak terlihat hasil atau pengaruh “kurikulum” terhadap perserta
didik.
Secara singkat
dapat dilihat bahwa Beaucham (1972, hal 19) menyatakan bahwa kurikulum adalah “dokumen
yang dipakai sebagai titik tolak perencanaan instruksional”, Taba dan Mocdonal
mengartikan sebagai “pengalaman belajar dan hasil belajar yang dibimbing dan
direncanakan yang tidak tertulis”, Krug dan Doll mendefenisikan sebagai “pengalaman
belajar yang dirancang sekolah” dan Tanner dan Tanner mendefenisikan sebagai “pengalaman
peserta didik”. Berdasarkan pemahaman masing-masing juga menimbulkan kontek
yang berbeda-beda.
Implikasi dari
pengertian kurikulum tersebut bahwa pengertian kurikulum lebih luas dari pada
dokumen atau rencana kurikulum tertulis saja, tetapi mencangkup juga
implementasinya di dalam kelas untuk dapat ditransformasikan agar menjadi
pengalaman belajar yang direncanakan mencapai tujuan pendidikan dan tujuan intruksional
tertentu.
B.
KONSEP
KONTEN
Konsep konten
menurut Saylor dan Alexander (1966: 160) mengajukan suatu definisi tentang
materi atau konten yang luas pengertiannya, yaitu : “Fakta, observasi, data,
persepsi, klasifikasi, disain dan pemecahan masalah yang telah dihasilkan
pengalaman dan hasil pikiran manusia yang tersusun dalam bentuk ide-ide,
konsep, prinsip-prinsip, kesimpulan, perencanaan dan solusi”.
Sedangkan menurut
Hymen (1973:4) konten merupakan: “Ilmu pengetahuan (seperti fakta, keterangan,
prinsip-prinsip, defenisi), keterampilan dan proses (seperti membaca, menulis,
berhitung, menari, berpikir kritis, berkomunikasi lisan dan tulisan) dan
nilai-nilai (seperti konsep tentang hal-hal baik, buruk, betul dan salah, indah
dan jelek)”
Dari dua
pengertian konten di atas dapat diterima bahwa secara umum konten kurikulum
mencakup tiga komponen utama, yaitu pengetahuan, proses dan nilai-nilai. Namun
ada juga ahli yang membedakan kedua konsep tersebut. John Dewey misalnya,
menilai perbedaan materi dengan ilmu pengetahuan sangat esensil. Bagi ahli yang
membedakan mengartikan bahwa materi atau konten merupakan catatan-catatan
tentang pengetahuan (seperti grafik, simbol, rekaman dll), sedangkan ilmu
pengetahuan dipandang sebagai sesuatu hasil pemahaman dan pengertian tentang
catatan-catatan tersebut sebagai akibat interaksinya dengan pengalaman individu
(Zais, 1976, hal 325)
Sejalan dengan yang
dikemukan, perancang kurikulum yang merancang materi kurikulum harus menetapkan
berdasarkan pertimbangan makna materi tersebut bagi individu. Penetapan
kurikulum tidak hanya dipilih sebagai materi saja tetapi selalu dipilih sebagai
ilmu pengetahuan (pengetahuan, keterampilan dan ilmu)
Ada dua penyebab
yang menimbulkan jurang pemisah antara materi dengan ilmu pengetahuan:
1. Materi kurikulum gagal ditransformasikan
menjadi pengalaman belajar oleh guru melalui implementasi kurikulum.
2. Pengalaman anak sangat berbeda dengan
pengalaman orang dewasa sehingga materi yang sama dipahami oleh kedua pihak
secara berbeda.
Perbedaan materi
dengan ilmu pengetahuan ini dapat menimbulkan ketidak pahaman dan ketidak sadaran
ahli kurikulum atas perbedaan psikologi orang dewasa dan anak-anak.
Akibat yang fatal dari ketidak tahuan perbedaan dua konsep ini menimbulkan anak
didik hanya belajar verbal. Yaitu belajar bagi kepentinngan sekolah, bagi
tujuan hafalan dan naik kelas yang keberhasilan ditentukan pada hasil ujian hafalan.
Karena materi yang disampaikan dianggap orang dewasa sebagai ilmu pengetahuan,
sedangkan anak didik menilainya hanya sekedar informasi.
C.
PROSES
SEBAGAI KONTEN
Proses pengajaran
sebagai lawan dari materi pengajaran sangat penting. Pengajaran konten
kurikulum secara tradisional yang ditekankan pada pemompaan konten sebanyak
mungkin berupa data, informasi, fakta, dalil, rumus dan lain sebagainya.
Akibatnya terjadi belajar verbal. Dalam pelaksanan pemompaan ini sebagai hal
yang logis bahwa kalau sebagian besar konten yang diajarkan itu cepat dilupakan
anak, tetapi suatu proses seperti penghafalan, kepenurutan pada seseorang,
ketergantungan pada guru, penerimaan tanpa kritis pada suatu ide tertinggal dan
berbekas dalam benak anak. Walau hal ini tidak diharapkan kurikulum, namun
sepertinya ini yang menjadi hal penting yang terdapat di dalam kurikulum.
Meskipun itu hal yang tak disadari saat menyampaikan kurikulum. Keadaan seperti
ini juga sering disebut dengan kurikulum terselubung.
D.
KEGIATAN
DAN PENGALAMAN BELAJAR
Kegiatan belajar
seringkali diasosiasikan dengan kegiatan seperti membaca, mendengar, menjawab
pertanyaan, melakukan perintah guru dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sudah
merupakan merk pelajaran dari suatu kurikulum yang terselubung menjelma menjadi
anggapan anak-anak bahwa kalau tidak ada yang memberikan informasi atau
perintah-perintah maka tidak ada belajar. Meski selama ini tidak terlalu banyak
perubahan tingkah laku yang dialami anak dengan diajarkannya cara-cara seperti
itu. Jadi, jangan heran kalau pemompaan informasi, data, fakta berpengaruh
sangat sedikit sekali terhadap perilaku anak.
Untuk
mempengaruhi tingkah laku anak ini, kegiatan belajar sebagai komponen
pembelajaran yang sangat penting dan bermanfaat lebih signifikan pengaruhnya,
sebab kegiatan-kegiatan itulah yang mempengaruhi pengalaman dan pendidikan
pelajar. Pengalaman belajar jarang terwujud dari materi atau konten saja,
memiliki tujuan yang baik, konten yang tepat serta prosedur evaluasi yang cocok
ternyata juga belum memadai jika kegiatan belajar tidak diprogramkan untuk
menghasilkan pengalaman yang diinginkan.(Zais, 1976, hal. 350).
Implikasi konsep
ini adalah bahwa penetapan konten, materi, pokok-pokok bahasan dan tugas lain
yang diselesaikan guna menurut suatu kurikulum saja kurang memadai. Materi
tersebut hendaknya harus dilengkapi dengan kegiatan belajar yang dapat
ditransformasikan menjadi pengalaman siswa. Akibatnya, materi konten yang
tersusun rapi perlu suplementasi berupa kegiatan belajar terencana dan terpaduan
untuk menimbulkan pengalaman belajar bagi pencapaian tujuan kurikulum tersebut.
E.
KRITERIA
PENETAPAN KONTEN
Penetapan konten
kurikulum didasarkan pada beberapa hal. Dasar yang paling utama tentuan tujuan,
baik yang umum (tujuan institonal, tujuan kurikulum) ataupun yang khusus
seperti tujuan instruksional. Bagi seleksi materi, beberapa criteria berikut
biasa dipakai :
1. Signifikansi
Kriteria
signifikansi dipakai untuk menetapkan bagian apa dari suatu bidang yang perlu
dimasukkan atau ditekankan. Kreteria ini biasanya dipakai pada suatu telah
termasuk dalam kurikulum (seperti matematika, sejarah, geografi, dll)
2. Kebutuhan sosial
Mempertibangkan
kebutuhan sosial anak agar mereka memiliki kemampuan untuk melaksanankan
fungsi-fungsi sosial dan meningkatkan nilai-nilai masyarakat. agar berfungsi
sebagai orang dewasa kelak.
3. Kegunaan
materi
kurikulum yang dipilih berdasarkan kreteria kegunaan ini didasarkan pada
pengertian bahwa materi ini bermanfaat bagi :
a.
Pelajar atau
siswa itu sendiri
b.
Sekolah
c.
Masyarakat
Argumentasi
yang sering dipakai tentang perlunya konten kurikulum dihubungkan dengan manfaat bagi siswa berdasarkan bahwa
sekolah harus dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang
di butuhkan oleh anak didiksetelah mereka dewasa.
Kriteria
kegunaan di pandang menonjol oleh karena dua pertimbangan penting : Belajar
bukan sedar belajar, tetapi untuk mencapai tujuan tertentu yang memungkinkan
keberhasilan yang lebih besar di masyarakat. Kreteria ini dapat dianggap
sebagai usaha untuk menghubungankan materi kurikulum dengan dunia nyata di
masyarakat. Artinya, kreteria ini dapat mendekatkan sekolah dengan masyarakat.
Kriteria
kegunaan ini dianggap kriteria yang paling ilmiah sebab data penentuan criteria
ini diperoleh dari hasil studi empiris melalui penelitian dilapangan, Pengetahuan,
keterampilan dan sikap seperti apa yang diharapkan masyarakat dari lulusan.
Tujuan pendidikan dan tujuan sekolah dapat pula ditetapkan dengan hasil temuan
ini.
4. Minat
Merupakan
salah satu usaha untuk membuat kurikulum relevan dengan peserta didik. Hal yang
menjadi minat bagi pelajar perlu dijabarkan untuk menghindari penetapan konsep
yang mungkin tidak sesuau dengan minat mereka seungguhnya
5. Perkembangan manusia
Ini
didasarkan pada asumsi bahwa sekolah bukan saja merefleksikan masyarakat, tetapi
juga sebagai alat untuk mencerdaskan dan mengembangkan manusia untuk perubahan
sosial.
6. Struktur disiplin ilmu
Kriteria
ini didasarkan anggapan bahwa setiap disiplin ilmu mempunyai struktur
tersendiri karena itu materi kurikulum harus mencakup kajian yang menungkinkan
anak memahami struktur bidang ilmu tertentu.
F.
Implikasi Kurikulum
1. Materi kurikulum
dapat mencangkup tiga hal pkok :
a. Ilmu pengetahuan
b. Proses, dan
c. Nilai-nilai
Sesuai dengan tujuan dan sasaran yang
ingin di capai sekolah. Yang lulusannya juga akan terdiri dari tiga kelompok
pula : 1) Yang akan meneruskan keperguruan tinggi, 2) Yang akan masuk ke
angkatan kerja, Dan 3) yang akan
meneruskan kesekolah kejuruan tingkat atas
2. Terdapat tiga
orientasi materi kurikulum yaitu materi dengan tekanan lebih besar pada
a. Mata pelajar
b. Kegiatan belajar
c. Pengalaman
belajar
Sebenarnya tujuan harus merupakan
acuan yang utama dalam seleksi konten atau materi. Selain itu, apakah materi
tersebut dari mata pelajar atau dari kegiatan belajar, hasil akhir yang ingin
dituju oleh kurikulum adalah menghasilkan pengalaman belajar, bukan sekedar
materi mata pelajaran atau kegiatan belajar saja.
3. Beberapa Kriteria
dalam menetapkan konten kurikulum, sudah di jabarkan dalam pembahasan diatas, kriteria
apapun yang akan dipakai memerlukan kajian ini kajian empires di lapangan.
4. Implikasi lebih
jauh dari kriteria pengembangan manusia Perlunya sekolah mengenal dan memahami
anak didik sebanyak mungkin sebelum konten kurikulum ditetapkan.
ORGANISASI
Pengantar
Organisasi kurikulum mencangkup
urutan, aturan dan integrasi kegiatan-kegiatan belajar sedemikian rupa guna
pencapaian tujuan-tujuan. Organisasi kurikulum penting sekali karena
kaitan-kaitan antara kegiatan-kegiatan belajar dan materi pelajaran satu sama
lain akan menimbulkan dampak yang berbeda, baik tentang apa yang dipelajari
maupun cara bagaimana bahan, konten atau materi tertentu yang dipelajari.
A. Ruang Lingkup
Menurut Schubert (1986,hal 234) mengajukan beberapa
macam ruan lingkup : mata pelajaran, bidang besar (Broad Fields), projek,
kurikulum inti dan integrasi
1.
Mata Pelajaran
Mata pelajaran tentu dipilih berdasarkan anggapan
bahwa mata pelajaran tersebut berguna dan relevan untuk dipelajari pelajar atau
anak-anak.
2.
Bidang Besar (Broad
Fields)
Para ahli kurikulum menyatakan beberapa matapelajaran
atau disiplin ilmu menjadi satu mata bidang studiyang lebih besar, seperti
manyangkut matematika dengan sains menjadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai gabungan beberapa mata pelajaran social.
3.
Projek
Metode ini di
kembangkan oleh Kilpatrick (1918, dalam Schubert 1986, hal 235) melibatkan para
siswa untuk melakukan suatu projek yang menyelesaikannya memerlukan pengetahuan
dan mencangkup banyak bidang studi atau disiplin ilmu. Kesan yang ingin
dimiliki siswa dalam melakukan projek adalah bahwa untuk memahami suatu masalah
dengan jelas di masyarakat diperlukan perspektif yang lebih luas dengan
mengambil pengetahuan dari disiplin ilmu yang berbeda-beda dan yang terkait.
Metode projek ingin
menanamkan pengertian kepada para anak didik, bahwa deperlukan perspektif ilmu
yang berbagai macam untuk memahami satu faset atau masalah yang terdapat dalam
kultur, masyarakat, kehidupan pribadi, atau masalah intelektual.
4.
Kurikulum inti
Menurut Alberty,
Faunce dan Bassing (dalam Schubert,
1986, hal. 235-236) menyatakan beberpa disiplin ilmu bersama-sama dalam satu
pusat kesatuan yang biasanya mengenai masalah social.
Kegiatan belajar
melalui inti dapat mendorong siswa untuk mempelajari masalah-masalah besar dan
yang menarik untuk di kaji bersama. Kurikulum inti ditawarkan pada sekolah
menengah pertama maupun tingkat atas, sedangkan projek biasa di terapkan di
sekolah dasar.
5.
Integrasi
Penyokong kurikulum integrasi menyatakan bahwa
integrasi memungkinkan anak didik menyadari kemampuan mereka mengendalikan
hidup mereka sendiri dan memiliki pengalaman untuk bertanggung jawab bagi
pendidikan mereka sendiri.
B. Urutan
Urutan adalah rangkaian materi, konten atau kegiatan belajar yang
dipresentasikan kepada para anak didik, sebenarnya, urutan dan ruang lingkup
saling berkaitan. Schubert (1986, hal 236-238) memaparkan 6 kriteria penentuan
urutan, yaitu presentasi menurut buku teks, preferensi guru, struktur disiplin
ilmu, minat anak didik, hirarkhi belajar dan perkembanga.
1.
Buku teks
Urutan yang amat lumrah dari konten di sekolah-sekolah saat ini adalah
urutan presentasi menurut yang tertera pada buku teks. Guru hanya mengikuti saja
organisasi dan urutan materi dan konten kurikulum seperti tertera pada buku
teks, paket belajar, atau unit-unit belajar yang telah disiapkan terlebih
dahulu.
Penyokong urutan konten atau materi menurut yang terdapat dalam buku
teks, paket belajar, dan lain-lain ialah bahwa urutan tersebut sudah sangat
baik karena buku, paket belajar, atau materi instruksional lainnya, disusun
para ahli disiplin ilmu atau bidang studi masing-masing.
2.
Preferensi guru
Para guru menetukan sendiri susunan dan urutan materi atau konten yang
diajarkannya sesuai dengan pertimbangan logika, spikologi atau professional
masing-masing guru. Penelitian Hunter (dalam Schubert, 1986, hal. 237)
memperkuat dugaan ini yaitu guru bukanlah orang yang mengimplementasikan
kurikulum secara pasif. Mereka adalah pengambilan keputusan kurikulum yang
aktif. Hal ini memengkinkan para guru
menyesuaikan organisasi kurikulum dan konten pelajaran sesuai dengan hasil
pengamatan tenatang anak didik atau siswa yang di ajarkannya.
Penyokong urutan guru berdasarkan pertimbangan bahwa guru adalah
seorang yang professional,yaitu seorang yang mampu memahami tingkat kemampuan tingkat siswa mereka untuk
mempelajari materi yang disajikan.
3.
Struktur Disiplin Ilmu
Disiplin ilmu diasumsikan memiliki struktur yang melekat, dalam
struktur ini termasuk urutankonten kurikulum. Para penyusun kurikulum harus
percaya pada susunan yang telah dibuat para ahli disiplin ilmu yang telah
diorganisir dan diurut menurut struktur logika bidang studi masing-masing
4.
Perhatian belajar
Jika para pelajar
tertarik dan ingin mengetahui lebih dalam tentang suatu masalah, mereka
cenderung berusaha keras mempelajari masalah itu. Usaha yang memberikan hasil
untuk menemukan sesuatu membuka pintu bagi masalah-masalah baru.
Urutan konten atau materi
harus berdasarkan pada pengertian bahwa suatu pengetahuan akan sangat relevan
kalau pengetahuan itu diminati dan dipelajari oleh pelajar karena sesuai dengan
minat dan keinginannya.
5.
Herakhi belajar
Belajar harus
berangkat dari hal-hal yang sederhana menuju hal yang lebih kompleks. Oleh
karena itu urutan harus sesuai dengan apa yang diketahui dari teori-teori
belajar.
6.
Perkembangan
Konten atau kegiatan belajar
yang diberikan kepada anak-anak atau pelajar harus sesuai tingkat kematangan
mereka, baik pada aspek kognitif maupun moral.
Teori perkembangan
piaget (good dan Braphy, 1977, hal 272-274) mengemukakan tingkat kematangan
kogniti anak bergerak dari tingkat motorsensori (18 bulan – 7 tahun), ke
operasi konkrik (8 – 12 tahun),
C. Elemen Organisasi
Agar konten dan materi kegiatan belajar saling
berkaita, baik secara vertical maupun horizontal, diperlukan suatu “elemen
Pemersatu” antara keduanya, sebagai berikut :
1.
Konsep
Konten atau materi dikembangkan sekitar konsep
tertentu seperti kebudayaan, pertumbuhan, nomor, ruang, entropy evaluasi, dan
lain-lainnya.
2.
Generalisasi
Kesimpulan yang diambil ilmuwan berdasarkan observasi
yang mendalam.
3.
Keterampilan
Biasanya merupakan suatu keahlian atau kemampuan yang
direncanakan untuk dimiliki anak didik menurut kurikulum bagi kelangsungan
proses belajar.
4.
Nilai
Nilai filsafat di masyarakat agar dapat hidup dengan
baik dan dapat di terima oleh masyarakat seperti menghargai hakekat kemanusiaan
setiap orang tampa melihat suku, ras, bangsa, agama, pangkat, penghasilan serta
harga diri.
D. Susunan Horizontal dan verbal
Tyler dan Zais
berbicara tentang susunan atau organisasi kurikulum atau kegiatan belajar yang
horizontal dan vertical.
1.
Susunan Horizontal
adalah kaitan atau hubungan konten dan keiatan belajar
yang dilaksanaka pada suatu tingkat kurikulum tertentu, atau pada kelas –kelas
yang bersamaan pada mata pelajaran tertentu, dan
2.
Susunan Vertikal
mengacu pada urutan konten materi atau kegiatan belajar dari suatu saat ke saat
berikutnya menurut kurikulum. Umpanya penelitian lapangan di bidang yang
dibimbing guru di berikan kepada siswa melaksanakan penelitian mandiri di
lapangan
Kedua organisasi
vertical dan horizontal diharapkan akan menimbulkan hasil kumulatif sebab kedua
organisasi kurikulum ini dpat saling isi mengesi dan saling memperkuat untuk
mencapai pengertian yang lebih dalam dan lebih luas dari konten kurikulum.
Ditinjau dari
konsep dan pelaksanaannya, dimengenal beberapa istilah kurikulum sebagai
berikut:
1.
Kurikulum ideal,
yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang dicita-citakan
sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen kurikulum
2.
Kurikulum aktual,
yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan harapan. Namun demikian,
kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan kurikulum ideal. Kurikulum dan
pengajaran merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum merujuk
kepada bahan ajar yang telah direncanakan yang akan dilaksanakan dalam jangka
panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut secara
bertahap dalam belajar mengajar.
3.
Kurikulum
tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat
pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa
berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari
peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di
kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh
kepada pembentukan kepribadian peserta didik.
Berdasarkan
struktur dan materi mata pelajaran yang diajarkan, kita dapat membedakan:
1.
Kurikulum
terpisah-pisah (separated curriculum), kurikulum yang mata pelajarannya
dirancang untuk diberikan secara terpisah-pisah. Misalnya, mata pelajaran
sejarah diberikan terpisah dengan mata pelajaran geografi, dan seterusnya.
2.
Kurikulum terpadu
(integrated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya diberikan secara terpadu.
Misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan fusi dari beberapa mata pelajaran
sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya. Dalam proses
pembelajaran dikenal dengan pembelajaran tematik yang diberikan di kelas rendah
Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika, sains, bahasa Indonesia, dan beberapa
mata pelajaran lain diberikan dalam satu tema tertentu.
3.
Kurikulum
terkorelasi (corelated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya dirancang dan
disajikan secara terkorelasi dengan bahan ajar yang lain.
Berdasarkan
pengembangnya dan penggunaannya, kurikulum dapat dibedakan menjadi:
1.
Kurikulum
nasional (national curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh tim
pengembang tingkat nasional dan digunakan secara nasional.
2.
Kurikulum negara
bagian (state curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh masing-masing
negara bagian, misalnya di masing-masing negara bagian di Amerika Serikat.
3.
Kurikulum sekolah
(school curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh satuan pendidikan
sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum
sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan untuk melakukan diferensiasi
dalam kurikulum.
2 komentar:
Izin ambil beberapa isi artikelnya yah kak buat tugas kuliah, sekaligus saya upload di blog saya, saya cantumkan sumbernya. Terima kasih sebelumnya.
Casino site with best bonus codes and promotions.
Discover the best Casino site luckyclub.live for bonus codes. This page has reviews, list of casino site offers and promotions, gambling tips and best new casino Casino Site Review · Mobile Casino · Deposit Options
Posting Komentar