selamat datang


WELCOME MY BLOG "Atri Fanidi"

Minggu, 26 Mei 2013

konten dan organisasi



K O N T E N
Pengantar
Konten atau materi pelajaran sebenarnya merupakan komponen kurikulum yang amat penting. Konten menyangkut jawaban terhadap pertanyaan, “apakah yang diajarkan?”. Konten ini seringkali tidak diperhatikan. Artinya, konten seringkali diserahkan saja pada keputusan guru atau diambil saja dari buku teks yang berlimpah-limpah, tanpa mengaitkan dengan tujuan pendidikan, tujuan kurikulum atau dengan tujuan instruksional.

Hal yang sama juga terjadi sebelum timbulnya reformasi kurikulum pada tahun 1960, terutama di Amerika Serikat. Semua orang memberikan perhatian lebih terhadap metode, media dan strategi yang digunakan dalam belajar, namun kurang memperhatikan isi yang disampaikan. Oleh karenanya ahli kurikulum harus memahami hakekat dan struktur konten yang menyangkut apa yang akan diajarkan. Karena konten merupakan elemen kedua yang penting setelah tujuan untuk menyusun kurikulum.

Sebelum kita menyinggung konten atau materi, perlu terlebih dahulu diulang sedikit tentang pengertian kurikulum, sebab kurikulum dapat diartikan berbeda-beda.

A.        KONTEN DAN KURIKULUM

Sesuai dengan gambaran konsep yang terkandung di dalam pengertian kurikulum yang diajukan tersebut. Ada yang mengartikan kurikulum sebagai mata pelajaran, materi pelajaran atau judul-judul mata pelajaran. Kalau pengertian ini kita ambil, maka penetapan konten atau materi kurikulum, identik dengan penetapan nama-nama mata pelajaran atau judul-judul pelajaran atau judul mata pelajaran yang akan di ajarkan pada tiap tingkat sekolah. Menurut literature, nama-nama pelajaran atau judul-judul atau pokok bahasan lebih tepat dari pada diberi nama “Program Pelajaran” dari pada “kurikulum”, karena dari mata pelajaran atau judul-judul tersebut tidak terlihat hasil atau pengaruh “kurikulum” terhadap perserta didik.

Secara singkat dapat dilihat bahwa Beaucham (1972, hal 19) menyatakan bahwa kurikulum  adalah  “dokumen yang dipakai sebagai titik tolak perencanaan instruksional”, Taba dan Mocdonal mengartikan sebagai “pengalaman belajar dan hasil belajar yang dibimbing dan direncanakan yang tidak tertulis”, Krug dan Doll mendefenisikan sebagai “pengalaman belajar yang dirancang sekolah” dan Tanner dan Tanner mendefenisikan sebagai “pengalaman peserta didik”. Berdasarkan pemahaman masing-masing juga menimbulkan kontek yang berbeda-beda.

Implikasi dari pengertian kurikulum tersebut bahwa pengertian kurikulum lebih luas dari pada dokumen atau rencana kurikulum tertulis saja, tetapi mencangkup juga implementasinya di dalam kelas untuk dapat ditransformasikan agar menjadi pengalaman belajar yang direncanakan mencapai tujuan pendidikan dan tujuan intruksional tertentu.

B.         KONSEP KONTEN

Konsep konten menurut Saylor dan Alexander (1966: 160) mengajukan suatu definisi tentang materi atau konten yang luas pengertiannya, yaitu : “Fakta, observasi, data, persepsi, klasifikasi, disain dan pemecahan masalah yang telah dihasilkan pengalaman dan hasil pikiran manusia yang tersusun dalam bentuk ide-ide, konsep, prinsip-prinsip, kesimpulan, perencanaan dan solusi”.

Sedangkan menurut Hymen (1973:4) konten merupakan: “Ilmu pengetahuan (seperti fakta, keterangan, prinsip-prinsip, defenisi), keterampilan dan proses (seperti membaca, menulis, berhitung, menari, berpikir kritis, berkomunikasi lisan dan tulisan) dan nilai-nilai (seperti konsep tentang hal-hal baik, buruk, betul dan salah, indah dan jelek)”
 Dari dua pengertian konten di atas dapat diterima bahwa secara umum konten kurikulum mencakup tiga komponen utama, yaitu pengetahuan, proses dan nilai-nilai. Namun ada juga ahli yang membedakan kedua konsep tersebut. John Dewey misalnya, menilai perbedaan materi dengan ilmu pengetahuan sangat esensil. Bagi ahli yang membedakan mengartikan bahwa materi atau konten merupakan catatan-catatan tentang pengetahuan (seperti grafik, simbol, rekaman dll), sedangkan ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu hasil pemahaman dan pengertian tentang catatan-catatan tersebut sebagai akibat interaksinya dengan pengalaman individu (Zais, 1976, hal 325)

Sejalan dengan yang dikemukan, perancang kurikulum yang merancang materi kurikulum harus menetapkan berdasarkan pertimbangan makna materi tersebut bagi individu. Penetapan kurikulum tidak hanya dipilih sebagai materi saja tetapi selalu dipilih sebagai ilmu pengetahuan (pengetahuan, keterampilan dan ilmu)

Ada dua penyebab yang menimbulkan jurang pemisah antara materi dengan ilmu pengetahuan:
1.      Materi kurikulum gagal ditransformasikan menjadi pengalaman belajar oleh guru melalui implementasi kurikulum.
2.      Pengalaman anak sangat berbeda dengan pengalaman orang dewasa sehingga materi yang sama dipahami oleh kedua pihak secara berbeda.

Perbedaan materi dengan ilmu pengetahuan ini dapat menimbulkan ketidak pahaman dan ketidak sadaran ahli kurikulum  atas perbedaan psikologi orang dewasa dan anak-anak. Akibat yang fatal dari ketidak tahuan perbedaan dua konsep ini menimbulkan anak didik hanya belajar verbal. Yaitu belajar bagi kepentinngan sekolah, bagi tujuan hafalan dan naik kelas yang keberhasilan ditentukan pada hasil ujian hafalan. Karena materi yang disampaikan dianggap orang dewasa sebagai ilmu pengetahuan, sedangkan anak didik menilainya hanya sekedar informasi.

C.         PROSES SEBAGAI KONTEN

Proses pengajaran sebagai lawan dari materi pengajaran sangat penting. Pengajaran konten kurikulum secara tradisional yang ditekankan pada pemompaan konten sebanyak mungkin berupa data, informasi, fakta, dalil, rumus dan lain sebagainya. Akibatnya terjadi belajar verbal. Dalam pelaksanan pemompaan ini sebagai hal yang logis bahwa kalau sebagian besar konten yang diajarkan itu cepat dilupakan anak, tetapi suatu proses seperti penghafalan, kepenurutan pada seseorang, ketergantungan pada guru, penerimaan tanpa kritis pada suatu ide tertinggal dan berbekas dalam benak anak. Walau hal ini tidak diharapkan kurikulum, namun sepertinya ini yang menjadi hal penting yang terdapat di dalam kurikulum. Meskipun itu hal yang tak disadari saat menyampaikan kurikulum. Keadaan seperti ini juga sering disebut dengan kurikulum terselubung.

D.        KEGIATAN DAN PENGALAMAN BELAJAR

Kegiatan belajar seringkali diasosiasikan dengan kegiatan seperti membaca, mendengar, menjawab pertanyaan, melakukan perintah guru dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sudah merupakan merk pelajaran dari suatu kurikulum yang terselubung menjelma menjadi anggapan anak-anak bahwa kalau tidak ada yang memberikan informasi atau perintah-perintah maka tidak ada belajar. Meski selama ini tidak terlalu banyak perubahan tingkah laku yang dialami anak dengan diajarkannya cara-cara seperti itu. Jadi, jangan heran kalau pemompaan informasi, data, fakta berpengaruh sangat sedikit sekali terhadap perilaku anak.

Untuk mempengaruhi tingkah laku anak ini, kegiatan belajar sebagai komponen pembelajaran yang sangat penting dan bermanfaat lebih signifikan pengaruhnya, sebab kegiatan-kegiatan itulah yang mempengaruhi pengalaman dan pendidikan pelajar. Pengalaman belajar jarang terwujud dari materi atau konten saja, memiliki tujuan yang baik, konten yang tepat serta prosedur evaluasi yang cocok ternyata juga belum memadai jika kegiatan belajar tidak diprogramkan untuk menghasilkan pengalaman yang diinginkan.(Zais, 1976, hal. 350).

Implikasi konsep ini adalah bahwa penetapan konten, materi, pokok-pokok bahasan dan tugas lain yang diselesaikan guna menurut suatu kurikulum saja kurang memadai. Materi tersebut hendaknya harus dilengkapi dengan kegiatan belajar yang dapat ditransformasikan menjadi pengalaman siswa. Akibatnya, materi konten yang tersusun rapi perlu suplementasi berupa kegiatan belajar terencana dan terpaduan untuk menimbulkan pengalaman belajar bagi pencapaian tujuan kurikulum tersebut.



E.         KRITERIA PENETAPAN KONTEN

Penetapan konten kurikulum didasarkan pada beberapa hal. Dasar yang paling utama tentuan tujuan, baik yang umum (tujuan institonal, tujuan kurikulum) ataupun yang khusus seperti tujuan instruksional. Bagi seleksi materi, beberapa criteria berikut biasa dipakai :

1.      Signifikansi
Kriteria signifikansi dipakai untuk menetapkan bagian apa dari suatu bidang yang perlu dimasukkan atau ditekankan. Kreteria ini biasanya dipakai pada suatu telah termasuk dalam kurikulum (seperti matematika, sejarah, geografi, dll)

2.      Kebutuhan sosial
Mempertibangkan kebutuhan sosial anak agar mereka memiliki kemampuan untuk melaksanankan fungsi-fungsi sosial dan meningkatkan nilai-nilai masyarakat. agar berfungsi sebagai orang dewasa kelak.

3.      Kegunaan
materi kurikulum yang dipilih berdasarkan kreteria kegunaan ini didasarkan pada pengertian bahwa materi ini bermanfaat bagi :
a.      Pelajar atau siswa itu sendiri
b.      Sekolah
c.       Masyarakat

Argumentasi yang sering dipakai tentang perlunya konten kurikulum dihubungkan  dengan manfaat bagi siswa berdasarkan bahwa sekolah harus dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang di butuhkan oleh anak didiksetelah mereka dewasa.

Kriteria kegunaan di pandang menonjol oleh karena dua pertimbangan penting : Belajar bukan sedar belajar, tetapi untuk mencapai tujuan tertentu yang memungkinkan keberhasilan yang lebih besar di masyarakat. Kreteria ini dapat dianggap sebagai usaha untuk menghubungankan materi kurikulum dengan dunia nyata di masyarakat. Artinya, kreteria ini dapat mendekatkan sekolah dengan masyarakat.
Kriteria kegunaan ini dianggap kriteria yang paling ilmiah sebab data penentuan criteria ini diperoleh dari hasil studi empiris melalui penelitian dilapangan, Pengetahuan, keterampilan dan sikap seperti apa yang diharapkan masyarakat dari lulusan. Tujuan pendidikan dan tujuan sekolah dapat pula ditetapkan dengan hasil temuan ini.

4.      Minat
Merupakan salah satu usaha untuk membuat kurikulum relevan dengan peserta didik. Hal yang menjadi minat bagi pelajar perlu dijabarkan untuk menghindari penetapan konsep yang mungkin tidak sesuau dengan minat mereka seungguhnya

5.      Perkembangan manusia
Ini didasarkan pada asumsi bahwa sekolah bukan saja merefleksikan masyarakat, tetapi juga sebagai alat untuk mencerdaskan dan mengembangkan manusia untuk perubahan sosial.

6.      Struktur disiplin ilmu
Kriteria ini didasarkan anggapan bahwa setiap disiplin ilmu mempunyai struktur tersendiri karena itu materi kurikulum harus mencakup kajian yang menungkinkan anak memahami struktur bidang ilmu tertentu.

F.          Implikasi Kurikulum

1.      Materi kurikulum dapat mencangkup tiga hal pkok :
a.      Ilmu pengetahuan
b.      Proses, dan
c.       Nilai-nilai
Sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin di capai sekolah. Yang lulusannya juga akan terdiri dari tiga kelompok pula : 1) Yang akan meneruskan keperguruan tinggi, 2) Yang akan masuk ke angkatan kerja, Dan 3)  yang akan meneruskan kesekolah kejuruan tingkat atas

2.      Terdapat tiga orientasi materi kurikulum yaitu materi dengan tekanan lebih besar pada
a.      Mata pelajar
b.      Kegiatan belajar
c.       Pengalaman belajar
Sebenarnya tujuan harus merupakan acuan yang utama dalam seleksi konten atau materi. Selain itu, apakah materi tersebut dari mata pelajar atau dari kegiatan belajar, hasil akhir yang ingin dituju oleh kurikulum adalah menghasilkan pengalaman belajar, bukan sekedar materi mata pelajaran atau kegiatan belajar saja.

3.      Beberapa Kriteria dalam menetapkan konten kurikulum, sudah di jabarkan dalam pembahasan diatas, kriteria apapun yang akan dipakai memerlukan kajian ini kajian empires di lapangan.

4.      Implikasi lebih jauh dari kriteria pengembangan manusia Perlunya sekolah mengenal dan memahami anak didik sebanyak mungkin sebelum konten kurikulum ditetapkan.






















ORGANISASI
Pengantar
Organisasi kurikulum mencangkup urutan, aturan dan integrasi kegiatan-kegiatan belajar sedemikian rupa guna pencapaian tujuan-tujuan. Organisasi kurikulum penting sekali karena kaitan-kaitan antara kegiatan-kegiatan belajar dan materi pelajaran satu sama lain akan menimbulkan dampak yang berbeda, baik tentang apa yang dipelajari maupun cara bagaimana bahan, konten atau materi tertentu yang dipelajari.

A.     Ruang Lingkup
Menurut Schubert (1986,hal 234) mengajukan beberapa macam ruan lingkup : mata pelajaran, bidang besar (Broad Fields), projek, kurikulum inti dan integrasi

1.      Mata Pelajaran
Mata pelajaran tentu dipilih berdasarkan anggapan bahwa mata pelajaran tersebut berguna dan relevan untuk dipelajari pelajar atau anak-anak.

2.      Bidang Besar (Broad Fields)
Para ahli kurikulum menyatakan beberapa matapelajaran atau disiplin ilmu menjadi satu mata bidang studiyang lebih besar, seperti manyangkut matematika dengan sains menjadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai gabungan beberapa mata pelajaran social.

3.      Projek
Metode ini di kembangkan oleh Kilpatrick (1918, dalam Schubert 1986, hal 235) melibatkan para siswa untuk melakukan suatu projek yang menyelesaikannya memerlukan pengetahuan dan mencangkup banyak bidang studi atau disiplin ilmu. Kesan yang ingin dimiliki siswa dalam melakukan projek adalah bahwa untuk memahami suatu masalah dengan jelas di masyarakat diperlukan perspektif yang lebih luas dengan mengambil pengetahuan dari disiplin ilmu yang berbeda-beda dan yang terkait.
Metode projek ingin menanamkan pengertian kepada para anak didik, bahwa deperlukan perspektif ilmu yang berbagai macam untuk memahami satu faset atau masalah yang terdapat dalam kultur, masyarakat, kehidupan pribadi, atau masalah intelektual.
4.      Kurikulum inti
Menurut Alberty, Faunce dan Bassing (dalam  Schubert, 1986, hal. 235-236) menyatakan beberpa disiplin ilmu bersama-sama dalam satu pusat kesatuan yang biasanya mengenai masalah social.

Kegiatan belajar melalui inti dapat mendorong siswa untuk mempelajari masalah-masalah besar dan yang menarik untuk di kaji bersama. Kurikulum inti ditawarkan pada sekolah menengah pertama maupun tingkat atas, sedangkan projek biasa di terapkan di sekolah dasar.

5.      Integrasi
Penyokong kurikulum integrasi menyatakan bahwa integrasi memungkinkan anak didik menyadari kemampuan mereka mengendalikan hidup mereka sendiri dan memiliki pengalaman untuk bertanggung jawab bagi pendidikan mereka sendiri.

B.      Urutan
Urutan adalah rangkaian materi, konten atau kegiatan belajar yang dipresentasikan kepada para anak didik, sebenarnya, urutan dan ruang lingkup saling berkaitan. Schubert (1986, hal 236-238) memaparkan 6 kriteria penentuan urutan, yaitu presentasi menurut buku teks, preferensi guru, struktur disiplin ilmu, minat anak didik, hirarkhi belajar dan perkembanga.
1.      Buku teks
Urutan yang amat lumrah dari konten di sekolah-sekolah saat ini adalah urutan presentasi menurut yang tertera pada buku teks. Guru hanya mengikuti saja organisasi dan urutan materi dan konten kurikulum seperti tertera pada buku teks, paket belajar, atau unit-unit belajar yang telah disiapkan terlebih dahulu.

Penyokong urutan konten atau materi menurut yang terdapat dalam buku teks, paket belajar, dan lain-lain ialah bahwa urutan tersebut sudah sangat baik karena buku, paket belajar, atau materi instruksional lainnya, disusun para ahli disiplin ilmu atau bidang studi masing-masing.



2.      Preferensi guru
Para guru menetukan sendiri susunan dan urutan materi atau konten yang diajarkannya sesuai dengan pertimbangan logika, spikologi atau professional masing-masing guru. Penelitian Hunter (dalam Schubert, 1986, hal. 237) memperkuat dugaan ini yaitu guru bukanlah orang yang mengimplementasikan kurikulum secara pasif. Mereka adalah pengambilan keputusan kurikulum yang aktif.  Hal ini memengkinkan para guru menyesuaikan organisasi kurikulum dan konten pelajaran sesuai dengan hasil pengamatan tenatang anak didik atau siswa yang di ajarkannya.

Penyokong urutan guru berdasarkan pertimbangan bahwa guru adalah seorang yang professional,yaitu seorang yang mampu memahami tingkat  kemampuan tingkat siswa mereka untuk mempelajari materi yang disajikan.

3.      Struktur Disiplin Ilmu
Disiplin ilmu diasumsikan memiliki struktur yang melekat, dalam struktur ini termasuk urutankonten kurikulum. Para penyusun kurikulum harus percaya pada susunan yang telah dibuat para ahli disiplin ilmu yang telah diorganisir dan diurut menurut struktur logika bidang studi masing-masing

4.      Perhatian belajar
Jika para pelajar tertarik dan ingin mengetahui lebih dalam tentang suatu masalah, mereka cenderung berusaha keras mempelajari masalah itu. Usaha yang memberikan hasil untuk menemukan sesuatu membuka pintu bagi masalah-masalah baru.
Urutan konten atau materi harus berdasarkan pada pengertian bahwa suatu pengetahuan akan sangat relevan kalau pengetahuan itu diminati dan dipelajari oleh pelajar karena sesuai dengan minat dan keinginannya.

5.      Herakhi belajar
Belajar harus berangkat dari hal-hal yang sederhana menuju hal yang lebih kompleks. Oleh karena itu urutan harus sesuai dengan apa yang diketahui dari teori-teori belajar.

6.      Perkembangan
Konten atau kegiatan belajar yang diberikan kepada anak-anak atau pelajar harus sesuai tingkat kematangan mereka, baik pada aspek kognitif maupun moral.
Teori perkembangan piaget (good dan Braphy, 1977, hal 272-274) mengemukakan tingkat kematangan kogniti anak bergerak dari tingkat motorsensori (18 bulan – 7 tahun), ke operasi konkrik (8 – 12 tahun),

C.      Elemen Organisasi
Agar konten dan materi kegiatan belajar saling berkaita, baik secara vertical maupun horizontal, diperlukan suatu “elemen Pemersatu” antara keduanya, sebagai berikut :

1.      Konsep
Konten atau materi dikembangkan sekitar konsep tertentu seperti kebudayaan, pertumbuhan, nomor, ruang, entropy evaluasi, dan lain-lainnya.

2.      Generalisasi
Kesimpulan yang diambil ilmuwan berdasarkan observasi yang mendalam.

3.      Keterampilan
Biasanya merupakan suatu keahlian atau kemampuan yang direncanakan untuk dimiliki anak didik menurut kurikulum bagi kelangsungan proses belajar.

4.      Nilai
Nilai filsafat di masyarakat agar dapat hidup dengan baik dan dapat di terima oleh masyarakat seperti menghargai hakekat kemanusiaan setiap orang tampa melihat suku, ras, bangsa, agama, pangkat, penghasilan serta harga diri.

D.     Susunan Horizontal dan verbal

Tyler dan Zais berbicara tentang susunan atau organisasi kurikulum atau kegiatan belajar yang horizontal dan vertical.

1.      Susunan Horizontal
adalah kaitan atau hubungan konten dan keiatan belajar yang dilaksanaka pada suatu tingkat kurikulum tertentu, atau pada kelas –kelas yang bersamaan pada mata pelajaran tertentu, dan

2.      Susunan Vertikal mengacu pada urutan konten materi atau kegiatan belajar dari suatu saat ke saat berikutnya menurut kurikulum. Umpanya penelitian lapangan di bidang yang dibimbing guru di berikan kepada siswa melaksanakan penelitian mandiri di lapangan

Kedua organisasi vertical dan horizontal diharapkan akan menimbulkan hasil kumulatif sebab kedua organisasi kurikulum ini dpat saling isi mengesi dan saling memperkuat untuk mencapai pengertian yang lebih dalam dan lebih luas dari konten kurikulum.

















Ditinjau dari konsep dan pelaksanaannya, dimengenal beberapa istilah kurikulum sebagai berikut:
1.      Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen kurikulum
2.      Kurikulum aktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan harapan. Namun demikian, kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan kurikulum ideal. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang telah direncanakan yang akan dilaksanakan dalam jangka panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut secara bertahap dalam belajar mengajar.
3.      Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik.

Berdasarkan struktur dan materi mata pelajaran yang diajarkan, kita dapat membedakan:
1.      Kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum), kurikulum yang mata pelajarannya dirancang untuk diberikan secara terpisah-pisah. Misalnya, mata pelajaran sejarah diberikan terpisah dengan mata pelajaran geografi, dan seterusnya.
2.      Kurikulum terpadu (integrated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya diberikan secara terpadu. Misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan fusi dari beberapa mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran dikenal dengan pembelajaran tematik yang diberikan di kelas rendah Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika, sains, bahasa Indonesia, dan beberapa mata pelajaran lain diberikan dalam satu tema tertentu.
3.      Kurikulum terkorelasi (corelated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya dirancang dan disajikan secara terkorelasi dengan bahan ajar yang lain.

Berdasarkan pengembangnya dan penggunaannya, kurikulum dapat dibedakan menjadi:
1.      Kurikulum nasional (national curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh tim pengembang tingkat nasional dan digunakan secara nasional.
2.      Kurikulum negara bagian (state curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh masing-masing negara bagian, misalnya di masing-masing negara bagian di Amerika Serikat.
3.      Kurikulum sekolah (school curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh satuan pendidikan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan untuk melakukan diferensiasi dalam kurikulum.

2 komentar:

Izza mengatakan...

Izin ambil beberapa isi artikelnya yah kak buat tugas kuliah, sekaligus saya upload di blog saya, saya cantumkan sumbernya. Terima kasih sebelumnya.

Anonim mengatakan...

Casino site with best bonus codes and promotions.
Discover the best Casino site luckyclub.live for bonus codes. This page has reviews, list of casino site offers and promotions, gambling tips and best new casino ‎Casino Site Review · ‎Mobile Casino · ‎Deposit Options